Rabu, 26 September 2012

Kenangan Terakhir untuk Kepala Sekolahku.

Kenangan Terakhir untuk Kepala Sekolahku.
 
Setapak awan hitam berarak dari ufuk timur diikuti angin khatulistiwa yang siap menerbangkan apa saja yang mendekatinya.
            “DUAR….” suara percikan kilat gemuruh bergetar diantara  dinding yang telah berdiri tegak. Tiba-tiba,
            “BRUK…..” suara seperti bangunan yang runtuh mengagetkanku dan teman teman yang sedang menimba ilmu, layaknya terhipnotis oleh suara itu. Kami semua berhamburan menuju asal suara itu. Setelah diselidik ternyata, bangunan perpustakaan telah luluh lantak terhempas angin yang mengamuk. Bangunan perpustakaan yang ketika masih berdiri  itu terlihat sederhana itu telah rubuh walaupun usianya tak terlalu tua tapi, banyak wasiat ilmu dan gelombang arti kehidupan dari secarik kertas yang tercecer dari buku-buku. Bangunan itu telah termakan rapunya kehidupan.
            “Bu Sofi,” teriakku ketika kulihat seorang pegawai perpustakaan yang kukagumi masih sempat menyelamatkan buku-buku yang tersisa dari puing-puing yang ambruk.
            “Iya sayang,” jawabnya dan kulihat raut mat aitu mencoba terlihat tabah tapi ku tau tempat hidup huruf-huruf dan kata-kata yang telah menjadi sahabatnya selama ini telah runtuh oleh tangan tuhan yang kuasa.
            “Bu Sofi, nggak papa kan “ tanyaku lagi menanyakan keadaannya yang sempat mengkhawatirkanku.
            “Nggak papa sayang, mungkin ini bagian dari ilalang-ilalang kehidupan  untuk sekolah kita “ katanya sambil menarik napas sedalam mungkin mencoba bersabar.
            Aku pun mengangguk terdiam, tapi ku tahu palung mata Bu Sofi ingin menumpahkan segalanya karena jiwanya yang selama ini diperjuangkan untuk menambah pengetahuan para siswa hampir  tergantikan oleh fasilitas sekolah yang lain. Berkat kegigihannya, akhirnya Bu Sofi berhasil mempertahankannya karena ku tahu perpustakaan adalah bagian dari jiwanya dan ia begitu merasakannya ketika ada sesuatu yang hilang atau rintihan suara sukma perpustakaan ia juga akan ikut merasakannya.
            Runtuhnya perpustakaan membuatku dan teman teman harus melupakannya sejenak karena bilangan matematika yang terus berderet diotakku membuat ku dan teman teman harus memasuki kelas karena pak Bagyo telah berdiri didepan kelas untuk menunggu kami masuk.
            Pak bagyo memasuki kelas tanpa ekspresi mungkin akibat dari runtuhnya fasilitas sekolah yang runtuh  karena beliau adalah seorang WAKA jadi dia mungkin merasa penambahan maslah baru yang harus segera terselesaikan, tapi ada sedikit senyuman keterpaksaan yang tersungging dibibirnya.
            “Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.” salamnya ketik memasuki kelasku yang hening.
            “Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh “ jawabku dan teman teman kompak.
            “Anak anak,mungkin kalian berpikir kenapa kalian harus masuk kelas padahal sebagian sekolah kita telah rubuh,,,,” suara Pak Bagyo yang terdengar lembut seperti tak biasanya, membuatku lebih mencerna lagi kata katanya.
            “ Hm, anak anak.Bapak akan mengmumkan sebuah berita dari untu kalian semua menyangkut kepindahan salah satu  jiwa dari sekolah kita.” kata Pak Bagyo lagi membuatku dan teman teman semakin penasaran apa yang akan beliau katakan.
Penasaranku yang tak berujung membuatku mengalihkannya menatap luar kelas, tempat terjadinya reruntuhan perpustakaaan. Walaupun gerimis yang tak kunjung selesai dan dingin yang meronta ronta tapi, kulihat Bu Sofi masih tekun membersihkan puing-puing yang masih bisa diselamatkan oleh tetesan air hujan dan juga terlihat  pakkepala sekolah ikut membantunya.
“Apaan pak..” tanya Gita temanku penasaran.
            “Besok kalian semuanya akan mengikuti apel pagi.” kata Pak Bagyo, entah maksudnya apa aku dan teman teman serasa bingung dengan perkataanya. Tapi, kulihat dari matanya seperti menerawang yang entah aku juga tak tahu.
            “Apel pagi pak, dalam rangka apaan” tanya si ndut penasaran
            “Hm, besok kita ada apel pagi perpisahan dengan pak faizi “ tutur pak Bagyo jelas.seperti harap-harap cemas, takut teman-teman sekelasku tak terima dengan berita ini.
            Tapi, memanglah begitu adanya. Aku dan teman teman tak terima dan tak percaya dengan berita yang disampaikan pak Bagyo. Kami semua pun serasa dibuat beku oleh berita yang baru terdengar. Aku termangu dan aku tak bisa kuterima begitu saja berita itu.
            Kami semua pun sempat terdiam beberapa waktu menyaring secarik berita yang masih hangat terdengar dari telinga kanan dan mencerna nya ke otak memori jangka panjang.dan apakah itu memang benar adnaya.
            “Ayah…” gumanku dalam hati.
            Serasa kiriman waktu yang dikirimkan tuhan begitu cepat dan ujian yang diberiakan juga bertubi -tubi, padahal ujian yang satu belum terselesaikan. Tapi, tenyata ujian lain datang yang memang telah dilayangkan Tuhan untuk kami . tangan sunyi kepala sekolah  yang kuintip dari bilik jendela kelas, terlihat memegang seonggok Cintanya yang begitu berarti ,selama 6 tahun sudah waktu yang berarti pada sekolahku, yaitu “MAN 3 BLITAR”.
            Alunan dan getir hidup yang bermakna telah terpaut jadi satu dengan kebahagiaan saat pak Faizi menjadi Kepala Sekolah membuat kami semua tak rela untuk melepaskannya.
            “Pak Faizi akan dipindah tugaskan ke Tulungagung oleh pihak KEMENAG Blitar.” ujat Pak Bagyo lagi.
            Semburat kekecewaan dan bayangan akan jauhnya tempat itu, serasa tangis ingin tumpah,
” Tapi sekarang bukan saatnya”kataku pada diri sendiri
            “ ya sudah, hanya itu yang bapak ingin sampaikan, bapak mau mengurusi perpindahan Pak Faizi assalamualaikum” pamit Pak Bagyo keluar kelas.
Sampai detik itu dari sang menara waktu buatku tak ubahnya menjadi lelehan dari pelupuk mata. Ku intip kembali dari balik jendela kecil terLihat Pak Faizi yang masih sigap membersihkan ping-puing yang tersisa  walapun begiti senyum tulusnya masih tersungging di bibirnya terlihat ia tabah menjalani semuanya walaupun dalam hatinya ku tahu duka derita yang mendalam menyelimutinya.
“Makasih ayah.” gumanku lirih.
Ternyata tak hanya aku sendiri yang merasakannya, teman teman ku lihat juga sedang menatap Pak Faizi mengenang akan  pengabdiannya yang tulus yang telah berjasa dalam memajukan sekolah MAN 3 Blitar.
Waktu begitu cepat berlalu, lewat lukisan tangan tuhan panorama pagi telah terlihat dari ufuk timur. Ku tak ingin hari ini terjadi, ku ingin melewati hari yang penuh derita ini dan ku ingin menyibakkan sajak sajak kesediahan tak ada untuk hari ini saja.
“ Untuk para siswa siswi yang masih berada dikelas, diharapkan sekarang juga menuju ke lapangan sekolah untuk pelaksanaan apel pagi” suara pengumuman untuk segera berkumpul dan berbaris di lapangan terdengar dari penjuru sekolah menyuruh para siswa-siswi untuk segera berbaris karena jam sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB.
            Ku coba mengumpulkan kepingan hidup yang tersisa untuk hari terakhir bagi kepala sekolah yang menjadi anyaman kuat dihati para warga sekolah MAN 3 Blitar.
            “SIAP GRAK…” aba aba sang pemimpin upacara terlihat bersemangat membuktikan bahwa Pak Faizi berhasil mendidik kedisiplinan dengan baik, tapi dalam hatinya mungkin tak rela melepaskan Kepala sekolah yang terlau baik.
            Kami semua pun mengikuti aba abanya dengan sigap. Tapi,tak  sepenuhnya ragaku berada dilapangan ini, ku coba mencari cari sesosok yang ditunggu-tunggu tak kutemukan.
            “Dimanakah gerangan beliau sekarang “ ucapku lirih.
            “ Pembina upacara memasuki lapangan upacara” kata  MC apel pagi.
Tiba tiba dari arah ujung lorong-lorong kelas terlihat seoarang berperawakan tegap memakai pakaian batik dan peci hitam berjalan dengan langkah yang tenang memasuki lapangan upacara. Kebisuan pun menjalar dari peserta upacara...
            “Hormat grak….” Suara lantang memecah kebisuan peserta yang sedari tadi menatap PakFaizi yang berdiri di tempat yang sudah disediakan.
            “Amanat Pembina upacara”  MC melanjutkan jadwal selanjutnya
            “Untuk amanat Pembina upacara, istirahat ditempat grak.” suara lantang pemimpin upacara menghipnotis seluruh peserta yang dilakukan dilakukan dengan serius.
            “Assalamualaikum warrahmatullahiwabarakatuh, Alhamdulillah wa syukurilah saya masih bisa diberi kesempatan untuk bertemu kalian dan bertatap muka dengan kalian semua yang saya cintai. Kita mungkin akan sulit bertemu lagi dalam hari-hari kedepan tapi, sebelum saya tak bertemu kalian lagi saya mengucapkan terimakasih atas kenangan yang telah terjalin selama 6 tahun sudah.saya berpesan untuk kalian semua, jangan tinggalkan Al quran dan Hadits karena keduanya adalah pegangan hidup kalian semua hingga hayat nanti dan pesan terakhir yang patut kalian ingat burulah cita kalian hingga ke noktah yang sempurna.”sepenggal pesan Pak Faizi yang masih saja tergiang-ngiang dikepalaku. Dan diakhir kata-katanya duka derita akan meninggalkan sekolah yang membawa kesuksesan terpancar dari wajahnya yang tersenyum tulus.
            “Terimakasih anak-anaku, terimakasih Bapak Ibu guru teman seperjuangan yang telah banyak mendukung keberhasilan saya. Terimakasih untuk semuanya.sekian yang bisa saya bisa sampaikan wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.” kata Pak Faizi mengakhiri sambutannya. Sempat ku tatap mata Pak Faizi yang mungkin tak bisa berbohong, air mata yang terbendung dari pelupuk matanya serasa ingin berontak keluar tapi kutahu ia menahannya.
            Gelombang awan yang telihat cerah kini sudah berganti dengan awan yang kelam seolah bisa merasakan apa yang tengah dirasakan para warga sekolah MAN 3 Blitar akan kehilangan seseorang yang yang namanya telah diukir oleh hati setiap orang yang mengenalnya.
            “Pemberian kenan- kenangan untuk Bapak Kepala Sekolah “ kata MC melaksanakan tugasnya. Tapi terdengar suaranya berubah menjadi agak parau seperti habis menangis yang terdengar sendu.
            Tiba tiba alunan music dan lagu yang telah dirancang secara mendadak dipersembahkan untuk Pak Faizi……
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku
Sebagai prasasti terimakasihku tuk pengabdianmu
Engakau sebagai pelita dalam kegelapan
Engakau laksana embun penyejuk dalam kehausan
engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jahasa.
            Ketika lagu masih dikumandangkan, beberapa orang yang telah ditunjuk untuk memberikan sepucuk mawar merah untuk Pak Faizi serta foto album kenangan kegiatan selama Pak Faizi masih menjabat sebagai kepala sekolah pun juga diberiakan.
            Kulihat Pak Faizi menyeka nafasnya yang tertahan karena begitu kagum akan kejutan yang diberiakan anak didiknya untuknya.
            Setelah hampir setengah jam berkutat dengan lelehan air mata yang terus turun, akhirnya apel pagi selesai. Kebanyakan para peserta menyeka matannya yang tercucur dari kantung matanya masing masing. Tapi, semua berbeda denganku air mata ku terus saja mengalir tanpa hentinya setiap kali terkenang wajah Pak Faizi.
            Apel pagi selesai, ku bersandar pada pohon didepan kelasku, menerawang semua yang telah terjadi mengapa sampai aku bisa menangis tergugu. Aku mulai mengerti, aku sudah menganggap pak Faizi sebagai ayah, aku pun juga sadar aku mungkin hanyalah sosok yang tak begitu terkenal di sekolah ini, aku hanyalah sosok biasa, yang hanya bisa  mengharap dukungan dari seorang yang begitu  ku kagumi. Mungkin Pak Faizi tak mengenalku karena ku hanya sosok siswa yang biasa, tapi aku mengaguminya.
Aku tak tahu, dan entah kenapa aura ayah dari pak Faizi kudapatkan darinya. Dia bukan ayah kandungku tapi bagiku dia ayah keduaku yang mungkin bagi semua orang yang kehilangan ayahnya akan merasa kehilangan yang mendalam.
“Ayah walaupun kau tak tahu aku menganggapmu sebagai ayah keduaku tapi, aku ingin kau jadi ayah kedua dalam hatiku walaupun kau sudah tak berada disini lagi, berbahagialah di cendawan tempatmu yang baru. Terimakasih telah memberikan jejak-jejak makna arti kehidupan padaku dan pada sekolah ini . Teimakasih ayah, terimakasih Pak Faizi, terimakasih  kepala sekolah ku, engaku adalah kepala sekolah terbaik yang pernah kutemui.” Gumanku dalam hati.
Pusaran waktu begitu cepat berlalu, sejak kepindahan tugas Pak Faizi yang sekarang sudah tergantikan oleh kepala sekolah yang baru membuat suasan baru di dalam sekolah, Pak Faizi mungkin telah menikmati hidupnya di tempat yang baru.
Sebulan setelah kepindahan Pak Faizi, ketika itu ku menemani Bu Sofi seorang pegawai perpustakaan yang ramah di perpustakaan yang baru, karena perpustakaan yang dulu telah luluh lantak sudah di renovasi dengan lebih baik lagi.
Ketika aku dan Bu Sofi masih berkutat dengan buku perpustakaan yang masih tercecer di gudang, Tiba tiba Pak Satpam sekolah masuk membawakan sekotak kardus entah apa isi di dalamnya. Aku dan Bu Sofi awalnya sempat terheran apa isi dalam kardus.
Setelah Bu Sofi mencoba memberanikannya ternyata isinya seonggok buku baru, dan tenyata juga ada yang terselip surat diantara buku buku.
“Untuk bapak ibu guru di MAN 3 Blitar, ini mungkin hanya sebagian kecil dari rasa terimakasih saya pada kalian. Didalam kardus ini terdapat wasiat ilmu yang mungkin bisa menambah pengetahuan dan intelegen anak-anak ku tercinta di MAN 3 BLitar, mohon diterima dan jangan dinilai harganya tapi nilailah arti dan makna pemberian ini..” itulah isi surat yang sudah terlampir.
Aku sempat terkaget Pak Faizi masih menyempatkan waktunya untuk membelikan buku-buku untuk sekolah yang dulu ditempatinya padahal ku tahu dia sudah berda nun jauh disana.
 Pak Faizi aku sanagt mengagumimu apa yang  telah kau berikan selama ini, terimakasih Pak Faizi masih menyempatkan waktunya untuk sekolah MAN 3 Blitar. Sekali lagi terimakasih . kami semua kagum dan bangga kan semua yang ada padamu.semoga kau menikmati ditempatmu yang baru.
 
 
 
Nama : Anisa alfi nur fadila
Alamat :Sekardangan papungan kanigoro blitar
Alamt sekolah : Jl raya gaprang kanigoro blitar
No hp : 085649963565
Judul cerpen : kenangan terakhir untuk kepala sekolahku.
Sekolah : MAN TLOGO BLITAR
 
  kunjungi facebook saya anisa alfi,., thanks for watching. ,
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar