Kenangan Terakhir untuk Kepala Sekolahku.
Setapak awan hitam berarak dari ufuk timur diikuti angin
khatulistiwa yang siap menerbangkan apa saja yang mendekatinya.
“DUAR….” suara
percikan kilat gemuruh bergetar diantara
dinding yang telah berdiri tegak. Tiba-tiba,
“BRUK…..” suara
seperti bangunan yang runtuh mengagetkanku dan teman teman yang sedang menimba
ilmu, layaknya terhipnotis oleh suara itu. Kami semua berhamburan menuju asal
suara itu. Setelah diselidik ternyata, bangunan perpustakaan telah luluh lantak
terhempas angin yang mengamuk. Bangunan perpustakaan yang ketika masih
berdiri itu terlihat sederhana itu telah
rubuh walaupun usianya tak terlalu tua tapi, banyak wasiat ilmu dan gelombang
arti kehidupan dari secarik kertas yang tercecer dari buku-buku. Bangunan itu
telah termakan rapunya kehidupan.
“Bu Sofi,” teriakku
ketika kulihat seorang pegawai perpustakaan yang kukagumi masih sempat
menyelamatkan buku-buku yang tersisa dari puing-puing yang ambruk.
“Iya sayang,” jawabnya
dan kulihat raut mat aitu mencoba terlihat tabah tapi ku tau tempat hidup
huruf-huruf dan kata-kata yang telah menjadi sahabatnya selama ini telah runtuh
oleh tangan tuhan yang kuasa.
“Bu Sofi, nggak
papa kan “ tanyaku lagi menanyakan keadaannya yang sempat mengkhawatirkanku.
“Nggak papa sayang,
mungkin ini bagian dari ilalang-ilalang kehidupan untuk sekolah kita “ katanya sambil menarik
napas sedalam mungkin mencoba bersabar.
Aku pun mengangguk
terdiam, tapi ku tahu palung mata Bu Sofi ingin menumpahkan segalanya karena
jiwanya yang selama ini diperjuangkan untuk menambah pengetahuan para siswa
hampir tergantikan oleh fasilitas
sekolah yang lain. Berkat kegigihannya, akhirnya Bu Sofi berhasil mempertahankannya
karena ku tahu perpustakaan adalah bagian dari jiwanya dan ia begitu
merasakannya ketika ada sesuatu yang hilang atau rintihan suara sukma
perpustakaan ia juga akan ikut merasakannya.
Runtuhnya
perpustakaan membuatku dan teman teman harus melupakannya sejenak karena
bilangan matematika yang terus berderet diotakku membuat ku dan teman teman
harus memasuki kelas karena pak Bagyo telah berdiri didepan kelas untuk
menunggu kami masuk.
Pak bagyo memasuki
kelas tanpa ekspresi mungkin akibat dari runtuhnya fasilitas sekolah yang runtuh
karena beliau adalah seorang WAKA jadi
dia mungkin merasa penambahan maslah baru yang harus segera terselesaikan, tapi
ada sedikit senyuman keterpaksaan yang tersungging dibibirnya.
“Assalamualaikum
warrahmatullahi wabarakatuh.” salamnya ketik memasuki kelasku yang hening.
“Waalaikumsalam
warrahmatullahi wabarakatuh “ jawabku dan teman teman kompak.
“Anak anak,mungkin
kalian berpikir kenapa kalian harus masuk kelas padahal sebagian sekolah kita
telah rubuh,,,,” suara Pak Bagyo yang terdengar lembut seperti tak biasanya,
membuatku lebih mencerna lagi kata katanya.
“ Hm, anak
anak.Bapak akan mengmumkan sebuah berita dari untu kalian semua menyangkut kepindahan
salah satu jiwa dari sekolah kita.” kata
Pak Bagyo lagi membuatku dan teman teman semakin penasaran apa yang akan beliau
katakan.
Penasaranku yang tak berujung membuatku mengalihkannya menatap luar
kelas, tempat terjadinya reruntuhan perpustakaaan. Walaupun gerimis yang tak
kunjung selesai dan dingin yang meronta ronta tapi, kulihat Bu Sofi masih tekun
membersihkan puing-puing yang masih bisa diselamatkan oleh tetesan air hujan
dan juga terlihat pakkepala sekolah ikut
membantunya.
“Apaan pak..” tanya Gita temanku penasaran.
“Besok kalian
semuanya akan mengikuti apel pagi.” kata Pak Bagyo, entah maksudnya apa aku dan
teman teman serasa bingung dengan perkataanya. Tapi, kulihat dari matanya
seperti menerawang yang entah aku juga tak tahu.
“Apel pagi pak,
dalam rangka apaan” tanya si ndut penasaran
“Hm, besok kita
ada apel pagi perpisahan dengan pak faizi “ tutur pak Bagyo jelas.seperti harap-harap
cemas, takut teman-teman sekelasku tak terima dengan berita ini.
Tapi, memanglah
begitu adanya. Aku dan teman teman tak terima dan tak percaya dengan berita yang
disampaikan pak Bagyo. Kami semua pun serasa dibuat beku oleh berita yang baru
terdengar. Aku termangu dan aku tak bisa kuterima begitu saja berita itu.
Kami semua pun
sempat terdiam beberapa waktu menyaring secarik berita yang masih hangat
terdengar dari telinga kanan dan mencerna nya ke otak memori jangka panjang.dan
apakah itu memang benar adnaya.
“Ayah…” gumanku
dalam hati.
Serasa kiriman
waktu yang dikirimkan tuhan begitu cepat dan ujian yang diberiakan juga bertubi
-tubi, padahal ujian yang satu belum terselesaikan. Tapi, tenyata ujian lain
datang yang memang telah dilayangkan Tuhan untuk kami . tangan sunyi kepala
sekolah yang kuintip dari bilik jendela
kelas, terlihat memegang seonggok Cintanya yang begitu berarti ,selama 6 tahun
sudah waktu yang berarti pada sekolahku, yaitu “MAN 3 BLITAR”.
Alunan dan getir
hidup yang bermakna telah terpaut jadi satu dengan kebahagiaan saat pak Faizi
menjadi Kepala Sekolah membuat kami semua tak rela untuk melepaskannya.
“Pak Faizi akan
dipindah tugaskan ke Tulungagung oleh pihak KEMENAG Blitar.” ujat Pak Bagyo
lagi.
Semburat kekecewaan
dan bayangan akan jauhnya tempat itu, serasa tangis ingin tumpah,
” Tapi sekarang bukan saatnya”kataku pada diri sendiri
“ ya sudah, hanya itu
yang bapak ingin sampaikan, bapak mau mengurusi perpindahan Pak Faizi
assalamualaikum” pamit Pak Bagyo keluar kelas.
Sampai detik itu dari sang menara waktu buatku tak ubahnya menjadi
lelehan dari pelupuk mata. Ku intip kembali dari balik jendela kecil terLihat
Pak Faizi yang masih sigap membersihkan ping-puing yang tersisa walapun begiti senyum tulusnya masih
tersungging di bibirnya terlihat ia tabah menjalani semuanya walaupun dalam
hatinya ku tahu duka derita yang mendalam menyelimutinya.
“Makasih ayah.” gumanku lirih.
Ternyata tak hanya aku sendiri yang merasakannya, teman teman ku lihat
juga sedang menatap Pak Faizi mengenang akan
pengabdiannya yang tulus yang telah berjasa dalam memajukan sekolah MAN
3 Blitar.
Waktu begitu cepat berlalu, lewat lukisan tangan tuhan panorama pagi
telah terlihat dari ufuk timur. Ku tak ingin hari ini terjadi, ku ingin
melewati hari yang penuh derita ini dan ku ingin menyibakkan sajak sajak
kesediahan tak ada untuk hari ini saja.
“ Untuk para siswa siswi yang masih berada dikelas, diharapkan
sekarang juga menuju ke lapangan sekolah untuk pelaksanaan apel pagi” suara
pengumuman untuk segera berkumpul dan berbaris di lapangan terdengar dari penjuru
sekolah menyuruh para siswa-siswi untuk segera berbaris karena jam sudah
menunjukkan pukul 07.30 WIB.
Ku coba
mengumpulkan kepingan hidup yang tersisa untuk hari terakhir bagi kepala
sekolah yang menjadi anyaman kuat dihati para warga sekolah MAN 3 Blitar.
“SIAP GRAK…” aba
aba sang pemimpin upacara terlihat bersemangat membuktikan bahwa Pak Faizi
berhasil mendidik kedisiplinan dengan baik, tapi dalam hatinya mungkin tak rela
melepaskan Kepala sekolah yang terlau baik.
Kami semua pun
mengikuti aba abanya dengan sigap. Tapi,tak
sepenuhnya ragaku berada dilapangan ini, ku coba mencari cari sesosok
yang ditunggu-tunggu tak kutemukan.
“Dimanakah
gerangan beliau sekarang “ ucapku lirih.
“ Pembina upacara
memasuki lapangan upacara” kata MC apel pagi.
Tiba tiba dari arah ujung lorong-lorong kelas terlihat seoarang
berperawakan tegap memakai pakaian batik dan peci hitam berjalan dengan langkah
yang tenang memasuki lapangan upacara. Kebisuan pun menjalar dari peserta
upacara...
“Hormat grak….”
Suara lantang memecah kebisuan peserta yang sedari tadi menatap PakFaizi yang
berdiri di tempat yang sudah disediakan.
“Amanat Pembina
upacara” MC melanjutkan jadwal selanjutnya
“Untuk amanat
Pembina upacara, istirahat ditempat grak.” suara lantang pemimpin upacara
menghipnotis seluruh peserta yang dilakukan dilakukan dengan serius.
“Assalamualaikum
warrahmatullahiwabarakatuh, Alhamdulillah wa syukurilah saya masih bisa diberi
kesempatan untuk bertemu kalian dan bertatap muka dengan kalian semua yang saya
cintai. Kita mungkin akan sulit bertemu lagi dalam hari-hari kedepan tapi, sebelum
saya tak bertemu kalian lagi saya mengucapkan terimakasih atas kenangan yang
telah terjalin selama 6 tahun sudah.saya berpesan untuk kalian semua, jangan
tinggalkan Al quran dan Hadits karena keduanya adalah pegangan hidup kalian
semua hingga hayat nanti dan pesan terakhir yang patut kalian ingat burulah
cita kalian hingga ke noktah yang sempurna.”sepenggal pesan Pak Faizi yang
masih saja tergiang-ngiang dikepalaku. Dan diakhir kata-katanya duka derita
akan meninggalkan sekolah yang membawa kesuksesan terpancar dari wajahnya yang
tersenyum tulus.
“Terimakasih
anak-anaku, terimakasih Bapak Ibu guru teman seperjuangan yang telah banyak
mendukung keberhasilan saya. Terimakasih untuk semuanya.sekian yang bisa saya
bisa sampaikan wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.” kata Pak Faizi
mengakhiri sambutannya. Sempat ku tatap mata Pak Faizi yang mungkin tak bisa
berbohong, air mata yang terbendung dari pelupuk matanya serasa ingin berontak
keluar tapi kutahu ia menahannya.
Gelombang awan
yang telihat cerah kini sudah berganti dengan awan yang kelam seolah bisa
merasakan apa yang tengah dirasakan para warga sekolah MAN 3 Blitar akan
kehilangan seseorang yang yang namanya telah diukir oleh hati setiap orang yang
mengenalnya.
“Pemberian kenan-
kenangan untuk Bapak Kepala Sekolah “ kata MC melaksanakan tugasnya. Tapi
terdengar suaranya berubah menjadi agak parau seperti habis menangis yang
terdengar sendu.
Tiba tiba alunan
music dan lagu yang telah dirancang secara mendadak dipersembahkan untuk Pak Faizi……
Terpujilah
wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan
selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu
akan kuukir didalam hatiku
Sebagai
prasasti terimakasihku tuk pengabdianmu
Engakau sebagai
pelita dalam kegelapan
Engakau laksana
embun penyejuk dalam kehausan
engkau patriot
pahlawan bangsa tanpa tanda jahasa.
Ketika lagu masih
dikumandangkan, beberapa orang yang telah ditunjuk untuk memberikan sepucuk
mawar merah untuk Pak Faizi serta foto album kenangan kegiatan selama Pak Faizi
masih menjabat sebagai kepala sekolah pun juga diberiakan.
Kulihat Pak Faizi
menyeka nafasnya yang tertahan karena begitu kagum akan kejutan yang diberiakan
anak didiknya untuknya.
Setelah hampir
setengah jam berkutat dengan lelehan air mata yang terus turun, akhirnya apel
pagi selesai. Kebanyakan para peserta menyeka matannya yang tercucur dari
kantung matanya masing masing. Tapi, semua berbeda denganku air mata ku terus
saja mengalir tanpa hentinya setiap kali terkenang wajah Pak Faizi.
Apel pagi selesai,
ku bersandar pada pohon didepan kelasku, menerawang semua yang telah terjadi
mengapa sampai aku bisa menangis tergugu. Aku mulai mengerti, aku sudah menganggap
pak Faizi sebagai ayah, aku pun juga sadar aku mungkin hanyalah sosok yang tak
begitu terkenal di sekolah ini, aku hanyalah sosok biasa, yang hanya bisa mengharap dukungan dari seorang yang
begitu ku kagumi. Mungkin Pak Faizi tak
mengenalku karena ku hanya sosok siswa yang biasa, tapi aku mengaguminya.
Aku tak tahu, dan entah kenapa aura ayah dari pak Faizi kudapatkan
darinya. Dia bukan ayah kandungku tapi bagiku dia ayah keduaku yang mungkin bagi
semua orang yang kehilangan ayahnya akan merasa kehilangan yang mendalam.
“Ayah walaupun kau tak tahu aku menganggapmu sebagai ayah keduaku
tapi, aku ingin kau jadi ayah kedua dalam hatiku walaupun kau sudah tak berada
disini lagi, berbahagialah di cendawan tempatmu yang baru. Terimakasih telah
memberikan jejak-jejak makna arti kehidupan padaku dan pada sekolah ini .
Teimakasih ayah, terimakasih Pak Faizi, terimakasih kepala sekolah ku, engaku adalah kepala
sekolah terbaik yang pernah kutemui.” Gumanku dalam hati.
Pusaran waktu begitu cepat berlalu, sejak kepindahan tugas Pak
Faizi yang sekarang sudah tergantikan oleh kepala sekolah yang baru membuat
suasan baru di dalam sekolah, Pak Faizi mungkin telah menikmati hidupnya di tempat
yang baru.
Sebulan setelah kepindahan Pak Faizi, ketika itu ku menemani Bu
Sofi seorang pegawai perpustakaan yang ramah di perpustakaan yang baru, karena
perpustakaan yang dulu telah luluh lantak sudah di renovasi dengan lebih baik
lagi.
Ketika aku dan Bu Sofi masih berkutat dengan buku perpustakaan yang
masih tercecer di gudang, Tiba tiba Pak Satpam sekolah masuk membawakan sekotak
kardus entah apa isi di dalamnya. Aku dan Bu Sofi awalnya sempat terheran apa
isi dalam kardus.
Setelah Bu Sofi mencoba memberanikannya ternyata isinya seonggok
buku baru, dan tenyata juga ada yang terselip surat diantara buku buku.
“Untuk bapak ibu guru di MAN 3 Blitar, ini mungkin hanya sebagian
kecil dari rasa terimakasih saya pada kalian. Didalam kardus ini terdapat
wasiat ilmu yang mungkin bisa menambah pengetahuan dan intelegen anak-anak ku
tercinta di MAN 3 BLitar, mohon diterima dan jangan dinilai harganya tapi
nilailah arti dan makna pemberian ini..” itulah isi surat yang sudah terlampir.
Aku sempat terkaget Pak Faizi masih menyempatkan waktunya untuk
membelikan buku-buku untuk sekolah yang dulu ditempatinya padahal ku tahu dia sudah
berda nun jauh disana.
Pak Faizi aku sanagt
mengagumimu apa yang telah kau berikan
selama ini, terimakasih Pak Faizi masih menyempatkan waktunya untuk sekolah MAN
3 Blitar. Sekali lagi terimakasih . kami semua kagum dan bangga kan semua yang
ada padamu.semoga kau menikmati ditempatmu yang baru.
Nama : Anisa alfi nur fadila
Alamat :Sekardangan papungan kanigoro blitar
Alamt sekolah : Jl raya gaprang kanigoro blitar
No hp : 085649963565
Judul cerpen : kenangan terakhir untuk kepala sekolahku.
Sekolah : MAN TLOGO BLITAR
kunjungi facebook saya anisa alfi,., thanks for watching. ,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar